Adzan Bukan Hanya Untuk Panggilan Sholat
Permasalahan 
Ada beberapa kelompok manusia yang mengatakan bahwa seruan adzan  itu hanya khusus untuk memanggil sholat saja, tidak boleh untuk yang  lain. Sementara sebahagian kaum muslimin yang lain berpendapat bahwa  adzan dapat juga dilakukan pada beberapa hal yang selain panggilan untuk  menunaikan sholat fardhu yang lima waktu.
Masalah  ini memunculkan kebimbangan dan perdebatan di tengah-tengah umat Islam  belakangan ini. Apalagi dengan banyaknya beredar buku-buku dan  siaran-siaran da’wah melalui media elektronik yang terkadang agak keras  menyerang kaum muslimin yang berbeda faham dari mereka, dengan berbagai  cercaan; mulai dari tuduhan pemakaian hadits yang statusnya dhoif, tuduhan sebagai amalan sesat dan bid’ah, bahkan sampai dengan ancaman neraka segala. Dengan demikian maka keresahan umat menjadi semakin meluas dan tajam.
Benarkah seruan adzan  itu hanya untuk memanggil kaum muslimin melaksanakan sholat? Adakah  manfaat yang lain di luar itu? Sebagai jawaban atas masalah yang sering  ditanyakan kepada kami maka berikut ini adalah kumpulan beberapa dalil  dari ayat-ayat Al Qur’an, hadis Nabi, dan Fatwa Ulama tentang kegunaan  adzan dalam Islam.
Pengertian Adzan
Berkata Azhari, seorang ahli bahasa Arab, tentang asal kata adzan : adzdzana al muadzdzinu ta’dziinan wa adzaanan yaitu memberitahu manusia akan masuknya waktu sholat. Maka adzan itu diletakkan dalam bentuk isim tetapi berfungsi sebagai mashdar,  yang dalam bahasa bahasa Indonesia bermakna panggilan di waktu sholat.  (Lihat Majmu’ Syarah Muhadzdzab Imam Nawawi Jilid 4, halaman 121 cetakan  Abbaz bin Ahmad al Baz – Makkah Al Mukarromah).
Kegunaan Adzan
1. Memanggil Sholat
Adzan diperintahkan untuk memanggil umat Islam sebagai tanda masuknya waktu sholat.  Hal ini sudah masyhur (terkenal) di kalangan umat Islam dan tidak ada khilaf,  perbedaan pendapat  antara kaum muslimin tentang hal ini. Semuanya  sepakat dalam hal bahwa adzan digunakan untuk panggilan sholat. 
     Dalil-dalil Qur’an tentang ini adalah;
- Surat al Jumu’ah ayat 9: “Hai orang-orang beriman, apabila diseru  untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat  Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu  jika kamu mengetahui.”
- Surat al-Maidah ayat 58 : “dan apabila kamu menyeru  (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka menjadikannya buah  ejekan dan permainan. yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar  kaum yang tidak mau mempergunakan akal.”
     Adapun dalil-dalil hadis tentang hal ini adalah;
- Dari Abdullah bin Zaid bin Abduh Rabihi radhiyallahu ‘anhu berkata dia, “Manakala  Rasulullah telah memerintahkan untuk memakai lonceng yang dibunyikan  bagi memanggil manusia untuk berkumpul melaksanakan sholat berjamaah,  telah berkeliling kepadaku seorang lelaki yang sedang memegang sebuah  lonceng ditangannya, pada saat itu aku sedang tidur (bermimpi). Aku  berkata, “Wahai hamba Allah apakah engkau menjual lonceng?” orang itu  berkata,” Untuk apa lonceng bagimu?” Aku berkata, “Kami mau memanggil  manusia untuk melakukan sholat dengan lonceng itu.” Kemudian orang yang  dalam mimpi itu berkata, “ Maukah engkau aku tunjukkan sesuatu yang  lebih baik daripada memukul lonceng?” lalu aku menjawab, “iya.” Maka  orang itu berkata lagi ucapkan olehmu, “Allahu Akbar 4x ..(dan  seterusnya sampai selesai kalimat adzan lengkap - pen). Kemudian orang  itu mundur tidak jauh daripadaku dan dia berkata, “Jika engkau telah  selesai sholat (sunat) maka ucapkanlah Allahu Akbar 2x ….. (bacaan  iqomat sampai selesai – pen). Setelah aku terbangun di subuh hari, aku  mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan menceritakan  tentang mimpiku. Maka Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya mimpimu adalah  mimpi yang benar, Insya Allah.” Maka berdirilah bersama Bilal dan  ajarkanlah kepada Bilal tentang mimpimu itu agar Bilal beradzan seperti  itu, karena suara Bilal lebih baik dari suaramu. Maka aku berdiri  bersama Bilal dan mengajarkan seruan adzan itu secara perlahan sementara  Bilal menyerukan suara adzan itu dengan keras. Maka telah mendengar  Umar bin Khatab di rumahnya akan seruan adzan Bilal tersebut, kemudian  beliau segera keluar dari rumahnya sambil menyandang selendangnya. Umar  berkata, ”Demi Allah yang telah mengutus Engkau ya Rasul dengan haq,  sungguh aku telah melihat dalam mimpiku serupa dengan yang dialami  Abdullah bin Zaid itu. Maka Rasulullah menjawab, ”Bagi Allah sajalah  segala puji .”(HR. Tarmidzi dan Abu Dawud, sanad yang shohih).
2.  Adzan dan Iqomat Pada Anak yang Baru Lahir
    Disunnatkan juga mengadzankan anak yang baru lahir pada telinga kanannya  dan mengiqomatkan anak tersebut pada telinga kirinya, seperti adzan dan  iqomat pada sholat 5 waktu. Tidak berbeda perlakuan adzan dan iqomat  ini kepada anak laki-laki ataupun anak perempuan. Hal ini disandarkan  pada beberapa hadis antara lain;
- Dari Abi Rofi’ radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku  pernah melihat Rasulullah mengadzankan Sayyidina Husain di telinganya  pada saat Sayyidina Husain baru dilahirkan oleh Sayyidatuna Fatimah  dengan bacaan adzan untuk sholat .” (HR. Ahmad, Abu dawud, Tarmidzi, dishohihkannya).
- Dari Abi Rofi’ berkata dia, “Aku pernah melihat Nabi melakukan adzan pada telinga Al Hasan dan Al Husain radhiyallahu ‘anhuma.” (HR. Thabrani).
- “Barangsiapa yang kelahiran seorang  anak, lalu anaknya diadzankan pada telinganya yang sebelah kanan serta  di iqomatkan pada telinga yang kiri, niscaya tidaklah anak tersebut  diganggu oleh Ummu Shibyan (HR. Ibnu Sunni, Imam Haitsami menuliskan riwayat ini pada Majmu’ Az Zawaid, jilid 4,halaman 59). Menurut pensyarah hadis,  Ummu Shibyan adalah jin wanita yang selalu mengganggu dan mengikuti anak-anak bayi. Di Indonesia terkenal dengan sebutan kuntilanak atau kolong wewe.
- Di dalam kitab Majmu Syarah  Muhaddzab, Imam Nawawi meriwayatkan sebuah riwayat yang dikutip dari  para ulama Syafi’i, bahwa Khalifah Umar bin Abdul Aziz radhiyallahu ‘anhu pernah melakukan adzan dan iqomat pada anaknya yang baru lahir.
       Dari keterangan ini jelaslah bagi kita bahwa perkataan orang yang selama  ini mengatakan amalan mengadzankan anak yang baru lahir hanya  disandarkan pada hadits-hadits dhoif belaka, adalah tidak benar sama  sekali!
       Selain dua hal tersebut di atas, para ulama Madzhab Syafi’i mengumpulkan  dalil-dalil akan adanya manfaat adzan yang lain. Salah satunya saya  kutipkan dari kitab Fathul Mu’in karangan Syaikh Zainuddin al Malibari, juga telah  disyarahkan keterangannya dalam I’anatut Thalibin oleh Syaikh Sayyid Abi Bakri Syatho’, jilid 2 halaman 268, cetakan Darul Fikri.
       Dalam kitab Fathul Mu’in itu disebutkan, ”Dan telah disunnatkan juga adzan untuk selain keperluan memanggil sholat, beradzan pada telinga orang yang sedang  berduka cita, orang yang ayan (sakit sawan), orang yang sedang marah,  orang yang jahat akhlaknya, dan binatang yang liar atau buas, saat  ketika terjadi kebakaran, saat ketika jin-jin memperlihatkan rupanya  yakni bergolaknya kejahatan jin, dan adzan serta iqomat pada telinga  anak yang baru lahir, dan saat orang musafir memulai perjalanan.”
Keterangan;
Sudah umum diketahui bahwa orang yang sedang marah, berakhlak buruk, binatang liar  umumnya terpengaruh oleh gangguan syaitan atau jin, maka adzan pada  hal-hal demikian itu, menyebabkan syaitan /jin yang mengganggu akan lari sampai terkentut-kentut bila mendengar adzan (H.R. Bukhari Muslim).
Adapun mengadzankan mayat ketika dimasukkan ke dalam kubur adalah masalah khilafiyah; Sebagian ulama mengatakan sunnat dan sebagian lagi mengatakan tidak sunnat. Di antara ulama kita yang berpendapat tidak sunnat mengadzankan mayat adalah Syaikh Ibnu Hajar al Haitami rahimahullahu ta’ala,  namun demikian, tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan bid’ah sesuatu perkara yang statusnya khilafiyah.
Wallahu a’lam bisshowab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar